Thursday, September 13, 2007

(Resensi buku) Perjalanan Panjang Sang Petualang

Identitas Buku:

Judul Buku : Edensor
Pengarang : Andrea Hirata Seman
Penerbut : Klub sastra BENTANG
Jumlah hlm : 288 hlm
Waktu terbit : Mei 2007



Bermimpilah, maka Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu…

Buku ini merupakan buku ketiga dari tetralogi Laskar Pelangi, setelah buku pertamanya yang berjudul Laskar Pelangi dan buku keduanya yang berjudul Sang Pemimpi. Cerita berawal dari perjuangan meraih impian sepuluh anak yang terjalin melalui pertemanan di sebuah sekolah terpencil di Belitong. Ikal, salah satu anak kampung yang cerdas, gigih dan nakal menjadi tokoh utama yang dikisahkan penulisnya. Kenakalannya sempat membuat gamang orang tuanya karena, ia sempat mencuri hidangan berbuka puasa di masjid dan menyuruh adiknya bernyanyi Indonesia Raya keras-keras di depan pengeras suara masjid. Agaknya penulis ingin mengungkapkan pengalaman hidupnya yang luar biasa lewat tetralogi Laskar Pelangi.
Di novel yang ketiga, Andrea Hirata mengisahkan perjalanan hidupnya setelah lulus SMA, bekerja sambil kuliah di Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, dan akhirnya melanjutkan studi strata duanya di Eropa sambil menjadi backpacker sejati, istilah untuk petualang yang hanya mempunyai bekal dan peralatan terbatas di tas punggung. Dalam petualangannya, Ikal juga berniat menemukan A Ling, si anak Hokian yang menjadi pujaan hatinya. Bersama sepupunya, Arai, yang juga menempuh studi di tempat yang sama, si Ikal melalui hari-harinya yang penuh kejutan di Eropa. Di masa kecilnya, Ikal bermimpi mengenai petualangan ke Eropa dan untuk mewujudkan impiannya itu, ia akhirnya berhasil lolos seleksi beasiswa strata dua ke Eropa. Ikal, yang berlatar belakang ekonomi dari sebuah keluarga kampong Belitong yang miskin, ternyata mempunyai semangat hidup dan kecerdasan yang luar biasa. Meski ia hanya disekolahkan di sekolah muhamadiyah yang miskin, namun hal tersebut tak menghalanginya tuk menemukan ilmu pengetahuan dan pengalaman menakjubkan.

Membaca novel ketiga ini kurang lengkap jika belum membaca novel sebelumnya. Di novel sebelumnya, diceritakan dengan menyentuh mengenai kondisi pendidikan yang memprihatinkan di daerah terpencil saat itu. Kondisi pendidikan yang tak lain akibat dari sentralisasi pendidikan orde baru yang tak memperhatikan beragamnya jenis budaya di Indonesia. Tak lupa, Andrea Hirata menambahkan beberapa tokoh yang patut dikagumi seperti Ayahnya, gurunya dan kedelapan tema-temannya memiliki pribadi inspiratif. Deskripsi tiap bab dalam novelnya disajikan dengan jenaka, mengharukan dan cerdas. Istilah kimia, biologi, ekonomi dan astronomi yang beradu dengan karya sastra dibubuhkannya dengan bumbu tepat sehingga membuat pembaca terbius larut dalam petualangan hingga tak terasa kita telah menyelesaikan salah satu novel.

Sebuah tetralogi melayu gaya baru coba dituturkan Andrea lewat karyanya kali ini. Tanpa harus melabelkan diri dengan ‘sastra islami’ , nilai-nilai humanisme dalam ajaran islam ditonjolkan penulis di tiap bagian novelnya. Saat pembaca bosan dengan tema novel cinta picisan atau novel dengan bau metropop, Andrea mampu menghadirkan sensasi 'keindonesiaan' baru dalam Edensor. Judul Edensor diambil dari sebuah nama desa khayalan dalam novel milik A Ling yang masih dipegangnya. Bagi anda yang mengaku penggemar sastra jangan dulu mencibir karya yang mendapat banyak apresiasi dari banyak sastrawan senior ini. Cobalah, maka anda akan tersenyum getir hingga menitikan air mata haru lewat sajian sastra Andrea Hirata kali ini. Setelah itu, anda akan mengakui keindahan karyanya dan tak sabar membaca novel keempat. (tw)

No comments:

Post a Comment