Thursday, September 13, 2007

Fenomena Animasi Mr. Bean: Sebuah Kritik Bagi Bangsawan Inggris

Fenomena Mr. Bean hadir sebagai bagian dari masyarakat Inggris dengan karakternya yang kocak, kekanakan, melanggar dari tata karma, dan selalu ingin balas dendam seolah memberi sindiran bagi masyarakat golongan tertentu di Inggris, terlebih lagi jika dihadirkan melalui bentuk film animasi yang disusun dari sebuah khayalan yang kemudian menjadi tidak terbatas.
Film animasi yang saat ini sedang menjadi tren dalam dunia hiburan merupakan film yang memiliki cirri khas dibanding film lainnya. Film ini merupakan hasil dari imajinasi pembuatnya yang terkadang terlihat tidak masuk akal jika hal itu benar-benar terjadi di kehidupan nyata. Cirinya yang lain yaitu film ini dilukiskan untuk mempunyai sifat menarik dan berkarakter yang biasanya cenderung bersifat komedi.
Maka setelah kesuksesan film nyata Mr Bean yang diperankan dan sekaligus diproduseri oleh Rowan Atkinson, Perusahaan Tiger Aspect mengeluarkan Film Mr. Bean dalam bentuk animasi. Mr. Bean sebagai tokoh sekaligus bagian dari masyarakat Inggris seakan memberi kritikan tersembunyi terhadap golongan pemerintah dan bangsawan Inggris yang notabene identik dengan aristokrasi, pembatasan-pembatasan tata karma, Feodalis, dan symbol-simbol monarki yang dibawanya. Sosok Mr. Bean sangat jelas diungkapkan bertolak belakang dengan tradisi kebangsawanan Inggris tersebut. Oleh Mr. Bean segala aturan ini diputarbalikan dengan sentuhan komedi melalui ekspresi wajah dan tingkah lakunya.
Keunikan inilah yang mendorong Triarani Susy Utami, mahasiswi jurusan Ilmu Komunikasi UGM untuk mengambil penelitian ini dalam skripsinya yang berjudul “Mr. Bean dan Representasi Perilaku Masyarakat Inggris” . Dalam skripsinya tersebut, ia mengungkapkan bahwa sebuah film itu diciptakan untuk mampu menembus batas-batas kelas dan mencapai banyak lapisan sosial, film memiliki kemampuan untuk mempengaruji masyarakat berdasar pengaruh yang dibawanya. Namun pada realitas masyarakat saat ini tidak sesederhana itu, jika film hanya mencerminkan kenyataan dalam masyarakat dimana film itu dibuat, maka film tidak akan memiliki kekuatan untuk mempengaruhi masyarakat. Dalam film kita dipengaruhi untuk mempercayai apa yang dihadirkan dalam film.
Sebagai obyek dalam penelitian ini adalah film animasi Mr. Bean yang pertama kali disiarkan di televise Inggris. Film yang tidak jauh berbeda dengan versi senyatanya ini menggambarkan kehidupan sehari-hari Mr. Bean yang diwarnai humor, tingkah laku aneh, jorok, menentang tata karma, dan seenaknya sendiri. Film ini telah dibuat 25 episode yang berdurasi 26 menit ( 13 menit / seri, sehingga ada 50 seri )selain telah diputar di televise Inggris juga telah ditayangkan di stasiun televise di Indonesia, beredar pula dalam bentuk DVD.
Dalam penelitian ini Triarani menggunakan pendekatan semiotic yaitu kajian mengenai suatu tanda yang terus berkembang di masyarakat. Pendekatan ini melihat objek penelitian sebagai media komunikasi yang didalamnya berjalan sebuah produksi serta pertukaran makna oleh objek penelitian sebagai sebuah teks sekaligus hasil dari kebudayaan yang terus berkembang.
Metode analisis wawancara dengan analisis semiotic juga digunakan dalam penelitian ini. Semiotik adalah sebuah pembelajaran sistematis tentang tanda. Mengingat objek penelitian merupakan suatu teks yang terdiri dari berbagai macam symbol yang tergabung dalam suaru system maka metode ini digunakan untuk menelaah tanda-tanda tersebut dan mengetahui makna apa yang terkandung di dalamnya. Dalam penelitian ini digunakan dua teknik semiotic, yaitu teknik analisis semiotic menurut Saussure dan Teknik analisis semiotic menurut Bartness agar dapat saling melengkapi. Pada analisis semiotic Saussure mengungkapkan bahwa sebuah tanda terdiri dari petanda dan penanda, petanda lebih bersifat material, fisik sedangkan penanda bersifat mental yang lebih luas cakupannya. Berbeda pada teknik analisis menurut Bartnes, pemahamannya dengan melihat hubungan antara latar belakang cultural pembaca yang dibagi dua yaitu konotasi yaitu pemapanan data berupa tanda-tanda perfilman dan konotasi yang merupakan hasil dari analisis data.
Jenis penelitian ini tergolong jenis penelitian deskriptif karena data dan hasil penelitian diungkapkan dalam bentuk gambaran umum.
Dari hasil penelitian dan analisis datanya, diperoleh beberapa temuan mengenai kisah cerita dan hal-hal yang dinilai menyimpang dengan kewajaran. Dalam film ini Mr. Bean digambarkan hidup disebuah rumah kost bersama seorang pemilik kost yang galak dan menyebalkan beserta seekor kucingnya yang menyebalkan pula. Dari keadaan tersebut maka tercipta sejumlah konflik mulai pada masalah tata karma, bersih-bersih rumah, hingga kegiatan berbelanja, namun dengan semua itu Mr. Bean menjalani semuanya dengan apa adanya bersama boneka teddy mungilnya. Suatu contoh pada satu adegan film ketika makan di ruang makan cirri khas bangsawan, kondisi ruang makan itu tidak terlalu terawatt baik karena melambangkan si nyonya bangsawan yang telah ditinggal mati suaminya sibuk dengan hartanya, bagi kaum bangsawan harta adalah segalanya. Dengan bentuk meja panjang dengan segala aturan yang mengatur berbagai macam hal mulai dari cara memegang garpu dan pisau, cara mengunyah, menggunakan lap hingga sikap tubuh saat makan, pada keadaan seperti itu Mr. Bean merasa kesulitan, maka ia mengambil roti sekenanya dan memotongnya dengan gerakan kasar sehingga roti yang keras itu jatuh terloncat, ini melambangkan bahwa di kehidupan bangsawan masih ada makanan yang keras. Di pojok ruangan terdapat seekor kucing milik si nyonya yang kurus dan hanya diberi sisa tulang ikan, hal ini melambangkan kaum bangsawan yang pelit.
Dari hasil analisis contoh temuan kita dapat mengetahui tata krama apa saja yang berlaku pada kehidupan institusi masyarakat Inggris khususnya pada bangsawan dan kalangan elit di Inggris. Aturan ini menjadi suatu penentu perilaku dan kebiasaan bagi golongan tersebut. Mr. Bean, dalam film ini ditembatkan sebagai tokoh yang terjebak dalam perilaku tersebut. Inin berarti bahwa Mr. Bean seharusnya mengikuti segala aturan dalam institusi tersebut, tetapi Mr. Bean sebagai tokoh yang eksentrik berhasil mengatasi semua kondisi tersebut dengan caranya sendiri dan apa adanya. Mr. Bean menjadi tokoh pendobrak bagi segala aturan tersebut meski ia tidak melakukannya dengan sengaja. Dengan sentuhan humor, dan ejekan yang dihadirkan tentu dapat memberi hiburan yang mampu membuat orang tertawa.
Dalam penelitian ini berhasil diungkap beberapa bentuk sindiran atas kekakuan tata karma, kemunafikan golongan bangsawan yang berlindung di bawah aristokrasi, juga merupakan symbol bahwa dalam hidup itu harus berjuang.

No comments:

Post a Comment